Jumat, 15 Juli 2011

Poetry Hujan:Saripetojo, Antara Peradaban dan Keegoisan

Bulan separuh meninggalkan malam
Dalam deras hujan di waktu fajar
Serombongan lelaki dan perempuan datang berdesakan
Sibuk menata dagangan di pasar buah
Pada suatu hari penuh sejarah
Di sekitar eks pabrik Es Saripetojo


Solo dan Saripetojo
Dua nama yang terikat, menyisakan riak di kalangan
Ceritanya sedang dipergunjingkan
Oleh jelata dan pembesar  
Masa depannya sedang diperjuangkan
Oleh pembela budaya dan sejarawan


Ribuan yang menangis mengiba, tertindas nasibnya
Ratusan yang tertawa membahana, angkuh jabatannya


Solo dan saripetojo
Bak dua keping yang menyatu dalam sekoin asa
Ada impian pedagang juga penikmat sejarah keratonan
Ada keegoisan petinggi yang buta mata dan hati


Hidup cagar budaya adalah hidup indonesia
Saksi bisu metamorfosis kekuatan kebudayaan
Saksi kesenian yang melahirkan sastra keraton


Rintik hujan airmata kecewa
Mengalir di antara kepongahan pemugaran
Kembali tanah air kita kan kehilangan cagar budaya
Tak ada lagi lahan untuk berjualan
Pedagang pasar tersingkirkan
Ketika Saripetojo berubah wujud menjadi mal


Kuis Poetry Hujan

  Puisi ini diikutsertakan pada Kuis “Poetry Hujan” yang diselenggarakan olehBang Aswi dan Puteri Amirillis