Senin, 01 Agustus 2011

mencintai tanpa melukai

Bim tak pernah alpa untuk hadir di setiap jumat pagi. Momen itu adalah peluangnya untuk berbincang sesaat dengan Ken. Ken pun hapal dengan jadwal dialognya. Ia kadang telah menyiapkan isi percakapan agar Bim betah bertukar kabar dengannya. Media pesan singkat dan layanan jejaring sosial telah mempertemukan mereka kembali dalam satu layar. 
Dulu semua kemudahan itu begitu sulit diperoleh namun justru itu yang membuat satu rasa yang masih tersimpan di sisi hati mereka utuh. Rindu, lima huruf yang setia selama 17 tahun.

Bim dan Ken tak pernah bisa bersua. Mereka terpisah oleh lautan luas nan ganas. Setelah menjalani masa kecil bersama, keduanya baru menyadari akan sesuatu, saling membutuhkan. Kekuatan perasaan mereka telah membuat hubungan itu terus berlangsung bahkan hingga Ken akhirnya tak pernah memilih Bim sebagai pasangan hidupnya. Ken tak pernah mencintai pemuda itu karena memang ia sengaja memadamkan api yang hampir menyala ketika mengingat Bim. Ken terlalu menyayangi Bim hingga merelakannya pergi dan memilih kehidupan yang lebih menjanjikan. Ken tak ingin merusak rasa rindu yang selalu menyela di hatinya. Ia ingin Bim tetap menjadi seseorang yang istimewa, di ujung sana. 
Bim kerap lelah menanti. Ken adalah harapannya. Seribu puisi rindu yang dilayangkannya selalu menguap terbawa angin. Bim tak ingin gelisah. Ia mencari yang lain tanpa diketahui Ken. 

Bim dan Ken ditakdirkan bersua ketika Bim sedang terpuruk kecewa. Ken adalah penghiburnya. Bim tak bisa lagi masuk ke dalam ruang Ken namun Ken tidak berubah. Ia adalah Ken, teman masa kecil dan perindu kisah Bim.  Mereka akhirnya merangkai puisi bersama di sisa usia. Di antara gelak tawa maya.

Kisah sepasang teman di atas diikutsertakan dalam kontesnya mbak Diana