Kamis, 04 Agustus 2011

Kado Ulang Tahun RI


Pagi menyapa hari. Langit biru melambai-lambai. Awan membentuk tangan tiga jari, aku menggapai-gapai. Ibu tergesa melewatiku. Hilir mudik Ia berjalan. Keluar masuk rumah lalu menghilang entah kemana. Kuikuti langkahnya. O..ke rumah Bu RT rupanya. Aku berjalan mengendap. Bersembunyi di balik pintu depan dan menyiapkan pendengaran juga penglihatan. Ada keramaian disini. Tidak hanya Ibu yang sibuk tetapi juga ibu-ibu lainnya. Tangan mereka asyik meracik, memotong, menggoreng, mengukus dan menghias sesuatu. Gunungan itu menjulang di tengah meja tamu. Ya. Ada warna yang tak asing di mataku. merah, putih, hijau juga kuning menyatu. Sesaat kemudian, Ibu juga lainnya mengakhiri pekerjaan. Mereka berpamitan. Aku berlari kencang. Kuhadang Ibu di  tepi jalanan.
"Ibu darimana sih?" tanyaku basa basi.
"Kamu..bikin kaget aja!" teriak Ibu. " Ibu dari rumah Bu RT."
"Ada acara apa disana, koq ada gunungan nasi kuning?"
" Lho koq kamu tahu? Hayo, pasti tadi main ke rumah Bu RT ya? Gunungan itu namanya nasi tumpeng. Buat nanti malam, acara tirakatan di halaman rumah Pak RT. Anak-anak juga boleh ikut De."
" Wah asyik. Tapi dalam rangka apa Bu?"
" Ulang tahun kemerdekaan negeri kita"
"O iya aku lupa tapi hari merdeka koq dibuat ulang tahun tho Bu??"
" Iya. Ini hanya merayakan De. Tanggal 17 dulu, ditetapkan sebagai hari proklamasi. Itu lho mengumumkan bahwa negara kita sudah lepas dari penjajahan."
"Jadi memperingatinya dengan cara begini ya Bu?"
"Ya nggak selalu. Buat warga kita, yang penting ya mendoakan saja agar negara kita selamat selalu dari segala mara bahaya jadi tetap merdeka terus."
"Terus perlu bawa kado ga Bu?"
"Kado? Buat apa? Buat siapa?"
"Buat yang ulang tahun. Buat negeri kita kan Bu..!"
Ibu terdiam. Mencari pilihan kata yang tepat untuk menjelaskan makna kemerdekaan buat Ade, bocah cilik yang baru dua tahun memasuki dunia sekolah dasar.
" Kamu mau memberi kado apa?" pancing Ibu.
" Ehm,..baiknya apa ya Bu? Yang selalu dikenang dan bermanfaat untuk negeri."
" Ikut Ibu, yuk!" Tangan Ibu menggamit Ade menuju rumah, diambilnya sebuah kertas dan dipotongnya menjadi tiga bagian. Masing-masing diberi tulisan dan dimasukkan ke dalam kotak kecil lalu ditutup rapi.
"Ini untuk kado ulang tahun negeri kita. Buat Ade," jelas Ibu.
Ade membuka kotak itu dan membaca isinya:


KECINTAAN
"Jika Ade sayang dan cinta dengan negeri ini maka jagalah selalu ia. Jagalah dengan kemampuanmu. Misalnya dengan selalu menjaga lingkungan, tanah, air, hutan, sungai, lautan, tambang dan semua yang dimiliki oleh negeri kita. Peliharalah dengan penuh kasih sayang karena di tempat inilah kamu lahir dan mencari makan untuk hidupmu juga hidup orang lain kelak. Jangan sampai Ade harus mengemis kepada negeri lain hanya karena Ade kelaparan. Kalau bisa, Ade menyiapkan bekal untuk orang lain jangan egois dan tamak. Hidup yang berkah kan jika kita saling berbagi."

"Lalu yang kedua?" tanya Ade.
KEJUJURAN
"Demi cinta, manusia kadang mau berbuat apa saja namun alangkah baiknya itu semua dilakukan dengan kejujuran. Ibu lebih senang jika Ade berhasil mengalahkan nafsu kebohongan. Negeri yang dipenuhi dengan usaha dari masyarakat yang jujur, akan barokah hidupnya. Tentram dan sentausa. Tak ada buruk sangka ataupun iri dengki. Oleh karena itu, jika melakukan sesuatu, ingatlah untuk jujur terhadap dirimu sendiri."

"Bagaimana dengan yang ketiga Bu?" pinta Ade.


TIDAK PELUPA
"Kita kan hidup dari masa lalu. Ada banyak orang yang telah berkorban demi sebuah kemajuan negeri ini. Mulai dari pejuang zaman kerajaan-zaman penjajahan Belanda-zaman revolusi-zaman pembangunan hingga zaman reformasi. Jumlahnya tak terhitung. Mereka semua berjuang menggunakan senjata dan tidak. Mereka semua melakukannya atas dasar peduli dan cinta kepada negeri ini De. Untuk sekarang, Ade bisa melihat para dokter yang berjuang demi keselamatan pasien atau petani yang setia berjuang demi perut sendiri dan juga perut tetangganya. Ada juga guru di desa terpencil yang rela tidak dapat uang gaji namun rela meluangkan waktunya untuk mengajar dan mendidik murid-muridnya. Ada juga petugas di PMI yang berjuang mencari pasokan darah demi orang lain. Semua itu punya tugas dan panggilan hidupnya masing-masing. Mereka adalah pejuang kita De. Ade pun pejuang cilik."
"Ade ikut berjuang apa Bu?"
"Ade berjuang membangun rasa peduli kepada negeri Ade melalui sekolah dan lingkungan rumah. Belajar dan mengumpulkan ilmu untuk masa depan negeri juga kehidupan di lingkungan sekitar. Jangan pernah lupakan semua usaha para pejuang kita ya De. Ingatlah selalu semangatnya!" pinta Ibu sambil memeluk Ade. "Ade adalah pejuang buat Ayah ibu dan negeri ini," sahut Ade.
"Terimakasih anakku. Simpanlah kotak kado itu hingga engkau dewasa. Negeri ini pasti membutuhkan ketiga kata sakti itu di jiwamu," jelas Ibu meyakinkan Ade.


Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Cermin Blogger Bakti Pertiwi yang diselenggarakan oleh Trio Nia, Lidya, Abdul Cholik.

Sponsored By :