Senin, 08 Agustus 2011

jAnGaN

"Jangan lari-lari ya..nanti jatuh!"  atau   "Eh, itu kamu! Jangan manjat tinggi-tinggi! nanti jatuh gimana?"
kalimat-kalimat seperti itu kerap terdengar di telinga ketika Taman Kanak-kanak di dekat rumah kami ramai dikunjungi oleh peserta didiknya. Sebelum pelajaran dimulai, mereka para murid akan asyik berputar-putar mengelilingi sekolah sambil berlari kesana kemari atau mencoba satu per satu semua permainan :..ayunan, panjatan tali segitiga, panjatan berbentuk bola, panjatan berbentuk kubus, jungkat jungkit dan lain-lain. 

Kata jangan yang terlontar memang sering tidak disadari ucapannya oleh sang pelontar. Saya pun begitu. Setelah punya dua anak lelaki, yang tentu saja usil bin ngglidik (=polahnya  minta ampuun) rasanya lebih dari 20 kali per hari saya mengucapkannya di depan mereka. Bosen ga sih anak-anak itu mendengarnya?? pastinya iya. Sebab ketika saya kecil dulu, saya jengah dengan "jangan ini dan itu". 
Rasanya hidup di luar rahim ibu itu banyak rintangannya dan juga larangannya hehehe

Suami sering mengkritik saya ketika saya mulai ber"jangan-jangan". Kalo dilarang-larang, kapan mandirinya? begitu tegurannya. Mungkin lebih tepat jika saya menyediakan waktu untuk mereka dan mengarahkannya daripada hanya berucap jangan. Seperti ketika si bungsu yang belum genap 2 tahun nekat naik tangga bambu di depan rumah beberapa hari yang lalu, saya nyaris berteriak "jangan", tapi suami malah berujar dengan entengnya, kalo diawasi kan ga apa-apa. Yang penting ga panik atau buru-buru berucap "jangan Dik!"

Duh baru nyadar..rupanya selain anak-anak belajar untuk mandiri melakukan sesuatu, saya pun juga harus belajar untuk mengerem kata "jangan" dan menempatkannya pada porsi yang tepat. Seperti di bulan ini, Ramadhan, saya harus berlatih untuk jangan menggurui dan jangan terbawa emosi negatif.

Selamat berhari selasa!