Selasa, 22 November 2011

No Heart

Rasanya aku tak sanggup!" Begitu ucapnya sambil berlalu dari tatapanku. Terik mentari menemani langkahnya yang tegas hingga menghilang dari balik pagar. Aku tertegun. Ini tugas berat yang dilemparkannya kepadaku. Kenapa Ia tak langsung berteriak saja bahwa artinya aku harus menanggung beban selama satu semester hingga tahun depan. "Huuh", jeritku mengumpat. Tak ada sesuatu yang bisa kulampiaskan. Bahkan tak ada lalu lalang di hadapanku. Nyatanya siang telah menyihirku terpaku di tempat itu.

Aku menyeret sepasang sepatu yang telah usang ke dalam kamar. Terduduk dalam hampa. Deritan suara dipan menggema ketika punggung yang lurus terdampar di atasnya. Rupanya aku sedang membutuhkan ini. Istirahat! Ah indahnya langit-langit kamarku. Aku tersadar bahwa warna kusam yang menghiasi sekelilingnya adalah warna favorit yang membuatku betah. Aroma sepatu bercampur baur dengan lap basah yang menemani pojok kamar, semerbak mewangi menusuk hidungku. Mereka adalah teman yang membisu. Sudah berapa lamakah aku tak menikmatinya? Bukankah aku pecinta ruang sempit dan temaram? Mengapa aku tak lagi berteman dengannya? Apakah karena "lembaran tebal" menyebalkan itu yang membuat semua kenikmatanku terenggut? "Hmm..aku harus membalas semua ini!" teriakku dalam hati. Kuambil tasku yang kumal dan kukeluarkan proposal yang diserahkan Rudi kepadaku. Kuamati kembali rincian kalimat per halaman yang tertera di dalamnya. Angka-angka yang tak kupahami membuat kening berkerut. "Ada apa dengannya? Mengapa Ia menyerah dengan semua ini?" selidikku penuh ingin tahu.

bersambung di rumahnya Mbak Pu