Jumat, 18 April 2014

Ironi

Sebenarnya lidah tak ingin menggerutu atau menghakimi orang lain ketika beras "raskin" menjadi konflik yang telah lama menggelinding bagai bola panas karena pembagian yang tak adil. Namun akibat status - yang disebut pemimpin tingkat RT - konflik ini harus ditengahi juga. 
Pertanyaan yang mengganjal Pertama..

mengapa warga lebih suka dianggap tergolong golongan yang "berhak" ketika ada pembagian sesuatu dari pemerintah? Entah itu beras, uang de el el?..
Padahal jelas mereka yang tak terpilih, harusnya bisa menerima. Karena itu berarti predikat mereka akan berganti menjadi golongan yang mampu dibandingkan sebelumnya..
Sampai disini rasanya stigma "kekurangan" harus diubah menjadi "berlebihan" dan itu alhamdulillah membanggakan. Tentu saja stigma dalam diri pribadi ini akan membuat seseorang menjadi termotivasi untuk lebih giat bekerja dan menghasilkan sesuatu yang lebih baik..benar atau salah ya pembaca??

http://www.radar-karawang.com/2012/08
Pertanyaan Kedua..
jika pembagian kepada yang tidak berhak tetap diikuti, lalu mengapa mereka mau ya, dapat timbangan yang kurang dari semestinya?? 
padahal mengurangi berat timbangan yang menjadi hak milik seseorang sangat tidak diperbolehkan dalam agama yang saya yakini..dosa di mata Tuhan dan membiarkan terbukanya ladang korupsi bagi yang berbuat.  

Pfhuhhh..usanglah para mahasiswa itu berdemo di bawah terik matahari.
Percumalah kita menggembor-gemborkan "tangkap para koruptor!" jika dan hanya jika di sekitar kita ada bayi-bayi koruptor yang dipelihara. hiks hiks