Kamis, 05 Januari 2012

nasi minded


www.thaitable.com


Catatan ini sekedar cuplikan dari obrolan singkat yang terus berulang-ulang terjadi.. antara saya dan suami.
Terinspirasi dari sebuah halaman rubrik di majalah Intisari yang terbaru (edisi Januari 2012)..buat yang sudah baca..ga apa-apa ya, saya mengulasnya..:)

Ini tentang "nasi minded"

Suami saya seringkali mengingatkan, bahwa tubuh tak harus   selalu mengkonsumsi nasi sebagai pengganjal energi. "Karbohidrat bisa diperoleh dari jenis makanan lainnya" begitu ujarnya.
Jujur saya belum bisa menyetujuinya. Obrolan ini pun kadang menjadi sebuah percakapan panjang tatkala kolom di koran nasional mengangkat masalah itu kembali di meja makan kami. Bahkan ketika menyaksikan siaran  berita dari televisi pun, topik ini membuat saya kembali harus mempertimbangkan ucapannya..!

Dan di hari ini, saya kembali ditegur oleh sebuah rubrik singkat tentang topik yang sama yang berulang-ulang kerap saya temui. 
 "Kurangi Ketergantungan Terhadap Nasi"
Rupanya nasi minded memang harus dirubah.. saya tak ingin menyalahkan petani yang masih giat menanam padi di lahannya. Namun saya hanya menyalahkan diri saya yang terlalu tergantung kepada nasi sebagai bahan pengenyang utama. Nek urung maem nasi iku durung maem jenenge..hehhe itulah yang terdengar di telinga saya baru saja dari bibir ibu mertua  juga bibir mama saya (setiap saat).
Lalu saya pun mulai mengikuti jejak mereka..pikiran saya mentok kepada nasi dan nasi..
Namun suatu ketika..secara tak sengaja, saya mengobrol ringan dengan papa. Obrolan yang tak jauh dari makan dan susahnya memberi makan kepada anak kecil.
iseng saya berujar:
"Anak kecil itu memiliki ukuran/takaran makan yang dapat disesuaikan dengan ukuran telapak tangannya. Untuk mengetahui takarannya, taruhlah nasi/roti di genggamannya maka segitulah porsi makannya. Demikian juga dengan sayuran ataupun lauk seperti tahu, tempe, ikan dan daging"
 Cuplikan di atas tidak sengaja saya temukan dari sebuah majalah parenting (kalo ga salah..berarti benar hihii)
Papa saya kaget.." O begitu ya? kalo begitu jika semua orang menerapkan pola makan yang seperti di atas, kita ga perlu banyak makan donk..! seru papa saya. Hmmm...iya betul sekali itu!
Tapi..kalo orang dulu.. (maksudnya pas zaman papa saya), setelah makan nasi/telo/pisang rebus ya sudah ga makan cemilan kayak snack-snack yang berjamur seperti jaman sekarang .. jadi mereka makan terus bekerja dan istirahat. Saat siang, makan berat, istirahat lalu bekerja lagi. Malam pun setelah makan berat lalu istirahat.
Ngemil itu sepertinya tak ada..jadi makanan yang dikonsumsi yah makanan berat.
Lalu apa hubungannya dengan nasi minded??
Ya....akhirnya orang jadi terbiasa makan yang harus mengenyangkan karena kehidupan ekonomi yang hanya sanggup menyediakan beras dan kenyang itu membuat kita bisa tidur nyenyak dan bekerja giat.

Ah saya masih ingat..bahwa pada zamannya Mr Soeharto..beras itu menjadi suatu kebanggan. Ayo laksanakan swasembada beras..! Akhirnya semua petani menjadi tidak kreatif. Jenis yang ditanam sama, pupuknya juga begitu..tanah pun menjadi lelah karena dipaksa menghasilkan beras secara besar-besaran..ah sungguh kasihan..Yang lebih kasihan..jenis umbi-umbian menjadi tersingkirkan karena beras menjadi makanan pokok..jagung dan sagu yang menjadi makanan pokok di beberapa daerah..terlupakan. Ah kasihan!

Kini,..sumber makanan pokok selain beras itu coba dilirik dan diangkat lagi ke meja makan. Dihidangkan dengan berbagai polesan agar menarik di pasaran dan juga di etalase. Nasi minded?? rasanya memang harus saya kurangi porsinya sedikit demi sedikit..agar pemerintah tak perlu mengimpor beras demi alasan kebutuhan rakyatnya..