Jumat, 25 November 2011

Catatan Media Untukku-Untukmu

Ada yang menarik pikiran dan penglihatan saya ketika sekilas membaca judul sebuah halaman berita di sebuah media cetak "Kompas" hari ini (hal.45). (bagi beberapa teman yang berlangganan atau sudah membacanya, pasti berhasil menangkap isi beritanya).
Judul ulasannya adalah "Membumikan Skenario 2025".
Menurut yang saya tangkap, tulisan tersebut mengulas tentang kesiapan negara kita dalam menghadapi masa depan di bidang ekonomi, politik, sosial hingga pada cita-cita bangsa jangka 10-40 tahun ke depan.
Ukuran waktu yang dipersiapkan memang masih lama bahkan mungkin jika saya masih diberi usia olehNya, saya sudah renta. Namun yang saya soroti adalah tulisan berikut ini:
"Kita seringkali terjebak pada angka-angka yang tertera (mis:pada sebuah grafik pembangunan) dan merasa puas ketika indeks, peringkat dan angka pertumbuhan menunjukkan tren peningkatan Seakan-akan semua itu sudah menjawab persoalan dan mencerminkan realita".
Sampai di kalimat ini, saya terhenyak. Baru sadar. Bahwa kadangkala itu bukanlah sebuah jawaban atas sebuah nilai keberhasilan. Itu hanya alat ukur yang membantu kita agar bisa membuat rencana dan melaksanakan progress berikutnya. Saya memang hanya ibu rumah tangga, namun tak ada salahnya jika dapat mengetahui bagaimana perkembangan yang terjadi pada negeri sendiri :)

Lalu muncul sebuah pertanyaan menyelidik dari sebuah diskusi tentang tema ini sehingga muncul kalimat berikut pada alinea ini:
"Mengapa anggaran untuk pemberantasan keiskinan selalu naik setiap tahun tetapi tidak berkorelasi dengan turunnya angka kemiskinan?"
tuink..tuinkk...pikiran buruk saya langsung muncul ketika membaca kalimat kadaluarsa itu.."hehehe mungkin akibat banyak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tak bertanggungjawab". Nyatanya itu bukan jawaban yang tepat.
"Visi atau skenario yang dicanangkan puluhan tahun ke depan bisa jadi tidak berjalan paralel dengan perilaku dan mentalitas kebanyakan masyarakat."
Lalu tulisan itu mengajak pembaca untuk menengok semua indikator fisik kemodernan. Mengajak kita membayangkan mal-mal yang menjamur dengan merk internasional, deretan hotel kelas mewah, mobil super lux, dll di seputaran kehidupan kita.
Kemudian, bandingkan dengan perilaku masyarakatnya... berapa banyak orang yang membuang sampah tidak pada tempatnya? Berapa banyak pengguna jalan yang buta warna pada lampu lalu lintas? Berapa banyak yang hobi tidak antri di berbagai layanan umum? Dan berapa banyak yang hobi melakukan pungutan liar alias korupsi mini hingga jumbo? Jauh sekali perbandingannya..
 Mungkin lelah ya memikirkannya?? hihii betul sekali tapi kapan lagi kita bisa melakukan sesuatu untuk negeri? Kan kita sudah terkenal dengan kekurangannya maka kita bisa mulai menanganinya dengan mulai dari diri penuh disiplin.

Kita butuh generasi yang lebih baik. Untuk bisa memilikinya, kita butuh waktu bertahun-tahun agar Ia bisa melakukan sikap dan perilaku yang sesuai dengan karakter bangsa. Kita membutuhkan itu agar skenario 2025 dapat terlaksana.
Mari! Bergerak bersama.

14 komentar:

  1. ya mulai dg diri sendiri aja....misalnya dg bekerja baik2, tidak korupsi dsbnya

    BalasHapus
  2. Sering terjebak dengan angka angka, sering tersenyum dengan hasil statistik, itu yang sering terjadi. Padahal itu semua kadang menutupi kenyataan yang ada.

    Wah, suka sama kalimat penutupnya. Mari bergerak bersama.

    Kalimat yang keren.

    BalasHapus
  3. dan itulah tugas kita sebagai Ibu ya mbak Kenia... mempersiapkan generasi selanjutnya, mudah2an bisa membawa dampak yg lebih baik, amin ;-)

    BalasHapus
  4. Godaan memang sangat sulit untuk di tolak, apalagi yang ada hubungannya dengan apa yang biasa kita sebut dengan uang.

    mksih udah berkunjung di blogku, slaam kenal yah

    BalasHapus
  5. Paling tidak membaca dengan teliti seperti mbak dulu. Menurut saya itu sudah berbuat sesuatu ... ^^

    Salam kenal mbak ^^

    BalasHapus
  6. Mumpung tahun baru, mari kita bergerak bersama-sama untuk mewujudkan keberhasilan pembangunan Indonesia seutuhnya!

    *jurkam Jaleg*

    BalasHapus
  7. start from ourself :)
    nice post mbak :D

    BalasHapus
  8. Wkwkwk pas banget baca postingan ini, koran kemarin bagian FOKUS ada di depanku hihi.

    BalasHapus
  9. semuanya berangkat dari diri sendiri dan dari hal sekecil apapun. Kesadaran diri sangat dibutuhkan, dan semoga bisa berkembang ke masyarakat nantinya

    BalasHapus
  10. masih harus terus belajar mbak aku juga nih

    BalasHapus
  11. beraat beraaat bahasannya.. duh nggak berani iku komentar sih.

    palingan ujung-ujungnya balik ke diri sendiri : jawaban klasik untuk pertanyaan yang tidak ada habisnya #ataucenderungnyalahinoranglain

    BalasHapus
  12. sedikit2 lama2 menjadi bukit ya mbak...

    BalasHapus
  13. bener mba..memulai dari diri sendiri untuk melakukan yang terbaik bagi lingkungan terdekat, bahkan negeri tercinta ini..
    aku setuju banget :)

    BalasHapus
  14. benar banget pemikiranmu itu mba... memang kalo ditilik, alokasi dana untuk pemberantasan kemiskinan selalu naik kok, tapi realisasi program di lapangan yang harus dipertanyakan, sudah benar2 sesuai dengan kriteria kah? benarkan implementasinya? dan target penerima manfaatnya sudah tepatkah? karena banyak juga mba, target yang dibidik sering membuat kita menangis miris, TIDAK SESUAI. lihat saja contoh kecilnya, terkadang penerima beras miskin saja.........bisa salah bidikkan ya? itu baru contoh kecil lho.

    BalasHapus

Tinggalkan jejak ya,..makasih :)