Siapakah generasi yang akan menjawab masalah demi masalah yang telah menumpuk di negeri kita? Siapakah yang akan bertanggungjawab menghadapinya? Generasi tua yang sibuk berdiskusi dengan pola kepemimpinan, generasi muda era 80an yang aktif mencari kemapanan hidup atau generasi yang lahir di tahun 2000an dan mulai menata hidupnya melalui lajur peraturan yang dibuat generasi sebelumnya?
Siapapun itu, generasi yang hidup untuk negeri Indonesia bertanggungjawab atas semua masalah negeri ini. Memang tidak adil jika mereka yang tak melakukan kesalahan pendahulunya harus bersiap menerima bom waktu atas kehancuran bangsanya. Namun begitulah sistem alam. Siapa yang menanam, dia akan meninggalkan hasil panenan.
Terus menyalahkan atau berdebat tak ada habisnya, tak berujung sempurna. Cukup dengan duduk dan mengritik dalam diam pun tak mendatangkan hasil. Ditambah berdemo di jalan yang mengganggu ketertiban umum. Lalu apa yang sebaiknya kita lakukan untuk menyiapkan masa depan negeri yang kelak juga dihuni oleh cucu dan cicit kita?
Mari mengingat!
Manusia selalu diikuti dengan tindakan untuk berpikir. Pikiran inilah yang harus diperbaiki. Sugesti positif, nilai kebaikan dalam agama hingga budi pekerti yang dicontohkan oleh pelaku lain akan mengubah sistem alam yang rusak. Manusia sebagai makhluk sosial, tak mungkin bisa membangun bangsa dengan dua tangan dan satu kepala. Kerjasama semua masyarakat dapat menyiapkan generasi muda yang lebih siap menghadapi kesulitan dengan hati tenang dan kepala yang cerdas. Sebaiknya apa saja yang perlu diubah dan disiapkan?
- Mengubah perilaku Instan menjadi Sabar
Sabar mengandung makna luas. Dalam Islam, sabar adalah sebuah bentuk usaha terhadap sesuatu yang dihadapi. Penerapannya bisa bekerja keras atau belajar bagi siswa sekolah. Seni dan budaya pun dapat dijadikan penghubung bahasa dalam keseharian untuk mengajarkan hidup sabar. Seni gerak tari mengajarkan kesabaran penarinya agar mencapai tingkatan yang lebih baik dari sekedar menari di depan sekumpulan orang. Menulis, seni gambar, lukis dan lain-lain menjadi media pemahaman sederhana bagi sebagian masyarakat untuk bersabar. Bahkan "melaut" adalah contoh konkrit kesabaran yang ditunjukkan oleh nenek moyang kita. Semua pekerjaan membutuhkan titik terendah hingga tertinggi untuk bisa melampauinya. Generasi yang sabar, mampu melewatinya dengan tekun.
Pola kebiasaaan sabar dalam kehidupan sehari-hari hanya diartikan sebagai tindakan antri, padahal maksud dan tujuannya mengandung makna yang dalam..Antri dalam menata diri untuk tidak emosi dan gegabah dalam mengucap juga tergolong sabar. Cemoohan dan sikap negatif yang mengarah ke anarkis hingga mengganggu kepentingan orang lain bahkan berdampak tawuran antar golongan dapat disikapi dengan sabar.
Sabar menjadikan manusia yang pemarah dan pelupa menjadi eling terhadap kekuatan Tuhannya. Sehingga manusia tidak takkabur atau sombong terhadap kemampuannya dan tetap rendah diri. Sulit memang menerapkannya pada golongan remaja yang terlanjur bangga dengan prestasi "sok menang dan kuasa" atas kelompok yang dibentuknya. Peran orangtua dan lingkungan terdekatnya (desa) berpengaruh terhadap kebiasaan ini.
- Menerima Diri Sendiri
Perilaku "melemparkan kesalahan" menciptakan masyarakat yang cenderung tidak bisa menerima
kekalahan dan kekurangan terhadap dirinya sendirinya. Kita tak bisa mengukur sampai sejauh mana kebenaran sebuah tindakan. Perhatikan kekalahan dalam
sebuah tim sepakbola. Yang bermain tidak geger, tetapi yang menonton cenderung
anarkis dan sibuk mengejek. Sangat aneh bukan? Belum lagi pada sebuah kegagalan
pelajaran anak sekolah. Kesalahan kerap dilemparkan pada guru padahal keberhasilan dan prestasi anak membutuhkan dukungan semua pihak khususnya orangtua yang jam
pertemuannya lebih panjang dibandingkan guru. Dimana letak kejanggalannya?
Terletak pada kesediaan untuk menerima kesalahan dan kekurangan yang dilakukan diri sendiri. Berani bertanggung jawab terhadap kesalahan tersebut dan berani melihat keberhasilan orang lain. Kesiapan menerima diri sendiri akan membuka jalan untuk
melihat potensi yang kita miliki. Seharusnya kekurangan itu bukan untuk
ditutupi tetapi untuk disiasati sehingga menemukan cara dibalik
kekurangan.
Tuhan menciptakan manusia dengan kesempurnaannya. Maka
kalimat “iqra” sebagai narasi “bacalah” menunjukkan bahwa kita harus bisa
membaca segala hal. Bukan per kata tetapi semua kejadian alam dan kemampuan
yang kita miliki. Maka "iqra" menunjukkan jalan bagi manusia untuk mengetahui apa
yang dimilikinya untuk mempertahankan hidup. Generasi muda yang melek teknologi seharusnya lebih mudah membaca kemajuan dan peluang.
- Tebarkan Virus Positif
Satu kebiasaaan yang kerap kita lakukan adalah tidak
berani mengambil resiko karena diliputi malu jika gagal. Diikuti gejala takut
gagal karena enggan mengulangi dari awal. Di titik ini, siapa pun akan mudah terkena virus pemikiran negatif. Untuk merubahnya seseorang perlu memindahkan diri. Dari ruang gelap ke ruang terang, yaitu beriman. Kendali agama sangat diperlukan dalam pembentukan sikap ini. Oleh karena itu generasi beragama tak sekadar mengaku agama yang diyakininya tapi meresapi keyakinan dan keberadaan Tuhannya untuk membentuk sistem diri.
Iman adalah percaya, yakin. Orang yang beriman, meyakini adanya Sang Maha Pencipta. Kekuatan kepercayaan memengaruhi pikiran. Generasi yang berpikir positif mendapat tularan dari lingkungannya bahwa iman dan percaya memengaruhi gerak langkah hidupnya. Dengan demikian mereka mampu mengurutkan langkah yang terencana untuk membantu generasi muda meraih cita-cita dan mimpinya.
Mari bantu mereka mendapatkan virus pikiran positif melalui:
- menerima hal-hal positif,
- mengajaknya bergaul dengan orang yang positif (sikap dan perilakunya),
- membentuk citra diri yang positif, menghindari ucapan penuh cemoohan dan kata-kata hinaan.
- tidak sembarang menerima informasi sebelum menemukan kebenarannya
- tetap rendah hati
- mau belajar hal baru yang bermanfaat.
Semuanya dapat diawali dari lingkungan terkecil, keluarga. Orangtua perlu membiasakan diri dalam terwujudnya pemikiran ini. Sikap dan perilaku juga budi pekerti sesepuh, masyarakat di lingkungan RT, RW hingga pemerintah mendukung terbentuknya generasi muda yang berperilaku positif juga. Virus positif mudah menyebar. Teknologi yang kini menjadi sohib terdekat generasi melek informasi dapat menjadi media yang tepat.
- Peduli Lingkungan dan Sumberdaya
Hidup seimbang dengan alam adalah salah satu cara agar manusia tidak menjadi korban kejahatannya sendiri. Sikap ini juga perlu diimbangi dengan ketidaktamakan terhadap sumber daya alam. Keinginan untuk menimbun harta dari alam sebanyak-banyaknya, hanya akan merusak ekosistem yang sudah terbentuk. Oleh karena itu bekal ilmu dan kesadaran generasi muda terhadap "lestarinya bumi" perlu ditanamkan. Pendidikan dan informasi dari berbagai media adalah salah satu cara efektif untuk membentuk kesadaran dan kepedulian generasi muda.
- Berani Cipta Karya
Sudah banyak contoh yang memperlihatkan bahwa kepedulian alam justru menciptakan sebuah karya yang ramah lingkungan. Kemampuan menciptakan ini sebaiknya mendapatkan simpati dari berbagai pihak. Tak
- Tidak Ambisius dan Egois
Tak terbantahkan jika manusia tak pernah berhenti pada satu titik. Selalu ada saja yang diinginkan. Namun emosi itu justru akan memasukkan manusia ke dalam jurang terdalam jika tidak bisa dikendalikan. Pemuda dalam ukuran usia yang labil dan memiliki emosi tinggi cenderung berpikir "tak pernah puas". Positifnya, sikap ini akan memacu pemuda untuk berusaha ke tingkat yang lebih tinggi. Jika tidak bisa dikendalikan akan menyebabkan bumerang. Salah satunya berperilaku seenaknya mengambil jalan pintas hingga berbuntut pada pencurian. Fenomena korupsi yang sedang marak adalah cikal bakal dari peristiwa ini. Egois dan ingin meraup keuntungan sendiri menimbulkan kesenjangan. Kemajuan sebuah negeri diukur dari keadilan sosialnya. Pemuda yang berpikir panjang dan berjiwa sosial, lebih mempertimbangakan kepentingan khalayak daripada uang saku, perut gendut, mobil mewah, perhiasan, tas antik, atau barang koleksinya. Untuk mencapai ini semua dibutuhkan latihan keras dan kesabaran yang juga tidak instan.
- Cinta Tanah Air
Pergi meninggalkan tanah air selalu menjadi
harapan bagi yang ingin berprestasi atau mengubah kehidupan pribadinya.
Ketidaknyamanan dalam lingkup negara sendiri membawa rakyat Indonesia buta
akan masa depannya. “Lebih enak di negeri orang” selalu begitu opini yang
tertanam. Kemudahan dan fasiitas di zona
nyaman dalam berbagai struktur di negara lain membuat generasi muda kerap membandingkan masa transisinya. Keputusan membangun tanah air hanya sebatas
keterpaksaan. Bukan panggilan hati nurani karena tanggung jawab ilmu. Kebutuhan
ekonomi yang mendesak seringkali membuat seseorang harus berada dalam sebuah
kotak besar. Tapi percayalah bahwa memulai sebuah karya untuk bersama membangun menciptakan bangsa, akan lebih membanggakan dibandingkan sukses di negeri orang saja. Kemakmuran sebuah negara dapat dinikmati bersama dengan semua rakyat yang berdarah sama tanpa memandang rumpun atau bahasa.
Di antara semua poin di atas, ada dua kalimat penting perlu ditanamkan dalam jiwa kebangsaan penduduk bumi pertiwi, yaitu kemauan untuk berubah dan keberanian melakukannya. Tanpa itu tak ada artinya ide-ide emas ditawarkan kepada para generasi pemangku kehidupan Indonesia Raya.
Tanahku telah lelah kau ambil dan kau habiskan hingga tak bersisa
Negeriku telah kau tawarkan dalam uang gelap yang tak pernah cicitmu jamah
Bangsaku dan rakyatku..dengarlah perih ibumu
Bangun jiwanya dari hati nuranimu
Bangun badannya agar bisa berdiri tegak dan mengepakkan sayap seperti garuda
Semuanya bukan untuk jempol atau tepukan membahana
tapi untuk Indonesia yang makmur sejahtera
Andakah generasi "Indonesia Raya"?
Jika ya..mari menjadi bagian dari generasi peduli bangsa. Sekecil apapun wujudnya Ibu pertiwi lapang menerimanya.
Baca juga: http://getoekgoreng.blogspot.com/2014/02/bapak-dino-dan-raksasa-asia.html
Baca juga: http://getoekgoreng.blogspot.com/2014/02/bapak-dino-dan-raksasa-asia.html
Bener mb ketty,jika tak dari kita sendiri yang memulai, siapa lagi.
BalasHapus