Sungguh
sebuah kebanggan ketika melihat jumlah muslim di Indonesia termasuk mayoritas di
dunia. Bahkan pemakai hijabnya semakin banyak dari tahun ke tahun. Namun sebuah
ironi tatkala kita mengetahui bahwa muslim yang sadar kebersihan hanyalah
segelintir. Coba pembaca saksikan, sampah yang menumpuk di sungai semakin
banyak. Padahal mereka membersihkan badan dan mencuci pakaian dengan air yang
sama. Dimanakah letak kesadaran kita? Anehnya tak sedikit pengusaha muslim pengguna
bahan plastik sebagai pembungkus makanan. Paham sendiri kan, plastik sangat
susah diurai oleh tanah.
Berangkat
dari kesadaran itu, seorang perempuan muda yang bermukim di pingir Kali Banjaran,
Purwokerto, tergerak mengabdikan dirinya untuk mengajak ibu-ibu pengajian di
dekat rumahnya sadar lingkungan. Tak mudah menjalaninya karena kebiasaan yang
sudah mengakar di masyarakat, masih enggan untuk tidak membuang sampah di
sungai. Namun ia gigih berusaha memperjuangkan kebersihan dan kelestarian
lingkungan dari musholla.
Setiap
pertemuan, Bunda Toto (sebutan warga), menyarankan pentingnya membuang sampah
di tempatnya, bukan di kali!. Ia pun mengganggas pendirian bank sampah sebagai
pesona agar warga tertarik berbuat kebaikan. Maka terbentuklah Bank Jali.
“Kata
bank identik dengan uang. Warga mudah teriming-iming dengan uang. Namun sasaran
utamanya adalah menumbuhkan kesadaran karena Allah semata,” kata Bunda Toto
saat saya menemuinya di rumahnya, di Kober, yang asri dan sejuk.
Ibu empat
anak ini berusaha menerapkan ilmu yang dimilikinya saat di bangku kuliah untuk
mensejahterakan masyarakat di sekitar rumahnya. Ia sadar, jika bukan dari diri
sendiri, siapa lagi yang akan memulai. Apalagi ia mengetahui ilmu agama...
Tulisan ini juga dipublikasikan di ummi-online.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus